Sebelum Tumbuh Sudah Ditebang: Pabrik BYD Diganggu Ormas dari Awal
Harapan akan investasi besar dari produsen mobil listrik asal Tiongkok, BYD, terguncang sebelum pondasi pabriknya saja sempat ditanam. Belum juga memulai pembangunan, proyek pabrik BYD di Indonesia justru menghadapi gangguan dari sekelompok organisasi masyarakat (ormas) lokal. Fenomena ini memunculkan banyak pertanyaan: mengapa ormas bisa mengintervensi proyek yang bahkan belum berdiri?
Investasi Besar, Gangguan Lebih Dulu
Pabrik BYD direncanakan sebagai tonggak penting dalam pengembangan industri kendaraan listrik nasional. Dengan nilai investasi yang dikabarkan mencapai miliaran dolar, kehadirannya diharapkan membuka lapangan kerja baru dan menguatkan posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar mobil listrik ASEAN.
Namun, suasana optimisme itu terusik oleh aksi sejumlah ormas yang mulai menunjukkan penolakan dan tekanan kepada pihak pengembang. Ironisnya, gangguan ini muncul bahkan sebelum peletakan batu pertama dilakukan. Beberapa ormas dilaporkan menuntut keterlibatan dalam proyek secara langsung, mulai dari permintaan pekerjaan, jasa keamanan, hingga pembagian “jatah” tertentu.
Motif di Balik Tekanan
Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak BYD maupun pemerintah, sumber lokal menyebutkan bahwa tekanan dari ormas bukanlah hal baru dalam proyek-proyek strategis. Kerap kali, kelompok ini memanfaatkan celah komunikasi atau lemahnya koordinasi antar pihak untuk masuk dan memaksakan kepentingan.
Motif ekonomi diduga menjadi pendorong utama. Ormas melihat proyek besar sebagai ladang keuntungan instan, alih-alih memahami skala dan regulasi yang mengikat proses pembangunan jangka panjang.
Respon Pemerintah dan Pihak Terkait
Kementerian Investasi dan Penanaman Modal (BKPM) menegaskan bahwa pihaknya akan memastikan semua investasi asing mendapatkan perlindungan hukum yang semestinya. Dalam pernyataannya, pemerintah menyebut akan bersikap tegas terhadap segala bentuk intervensi yang mengganggu proses investasi.
“Indonesia tidak bisa mentolerir aksi premanisme berkedok ormas yang merugikan kepentingan jangka panjang bangsa. Investasi adalah urat nadi pembangunan,” ujar pejabat BKPM.
Sementara itu, pengamat industri menyarankan agar perusahaan seperti BYD memperkuat komunikasi dengan masyarakat dan menggandeng pemangku kepentingan lokal sejak awal untuk meminimalisir gesekan.
Iklim Investasi di Ujung Tanduk?
Kasus BYD bukan yang pertama, namun bisa jadi penentu arah kepercayaan investor asing ke depan. Bila gangguan semacam ini tidak diatasi dengan serius, bukan tidak mungkin para investor akan berpikir ulang untuk menanamkan modal di Indonesia.
Kondisi ini menjadi ujian bagi pemerintah: apakah mampu menjaga komitmennya menciptakan iklim usaha yang kondusif dan aman?
Ketika benih belum sempat ditanam namun sudah ditebang, siapa yang harus bertanggung jawab? Pertanyaan ini seharusnya menjadi refleksi bersama, agar peluang emas seperti BYD tak berubah jadi cerita gagal akibat tekanan dari pihak yang tak seharusnya ikut campur.